Jakarta, GATRAnews - Menteri Perdagangan Rachmat
Gobel menuturkan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan para pengusaha
mebel yang tergabung dalam Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia
(AMKRI) kemarin. Setelah pertemuan tersebut, Rachmat langsung berencana
untuk membatalkan Permendag Nomor 81 Tahun 2013 yang mewajibkan para
eksportir mebel harus sudah memiliki sertifikat SVLK (Sistem Verifikasi
Legalitas Kayu) mulai 1 Januari 2015.
"Ekspor mebel nggak wajib SVLK lagi, jadi kita sudah ambil langkah
supaya ada kemudahan bagi mereka," kata Rachmat usai Konferensi Pers
Kinerja Ekspor Impor di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (4/11).
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemedag, Partogi Pangaribuan,
menjelaskan bahwa Kemendag ingin membebaskan para pengusaha mebel dari
kewajiban mengantongi SVLK karena industri mebel hanya pengguna kayu,
bukan industri yang memasok kayu dari hutan. "Mereka ini kan pembuat
mebel, semestinya pemasok kayu itu yang harus diverifikasi karena dia
yang mengambil kayu sehingga asal-usul kayu itu jelas," paparnya.
Para pengusaha mebel kini tidak akan terganjal masalah sertifikasi
ketika ingin melakukan ekspor. "Tidak lagi menyulitkan industri kecil
dan menengah yang cuma memproses, yang punya kayu kan bukan dia,"
ujarnya. Sertifikasi kayu, Partogi melanjutkan, cukup memberatkan
industri mebel, khususnya yang berskala kecil dan menengah, karena
ongkos sertifikasi mencapai kisaran Rp 30 juta. Akibatnya, biaya
produksi bertambah dan daya saing industri mebel berskala kecil dan
menengah untuk ekspor menjadi berkurang.
Rencana ini akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan
kementerian-kementerian terkait lainnya, terutama Kementerian Kehutanan.
Menurut Partogi, mandatori SVLK harusnya hanya dikenakan kepada
industri kayu di hulu, tidak perlu sampai ke industri hilir yang
mengolahnya menjadi mebel. "Yang punya kayu itu pemasok. Pemasok yang
tau dari hutan tanaman mana, seyogiayanya pemasok ini yang harus kita
verifikasi," ungkapnya.
Bila mandatori SVLK untuk ekspor mebel tetap dijalankan,
dikhawatirkan ekspor mebel akan jatuh. "Dan mebel itu menjadi andalan
target ekspor kita," tukas dia. Sebab, saat ini masih sedikit sekali
pengusaha mebel yang sudah mengantongi SVLK. Padahal, AMKRI telah
menetapkan target peningkatan ekspor mebel hingga USD 5 miliar dalam 5
tahun ke depan.
Saat ini, ekspor mebel Indonesia baru USD 1,7 miliar dan menduduki
peringkat 18 dunia, jauh di bawah Vietnam yang sudah USD 5,2 miliar.
Namun, dengan pembatalan mandatori SVLK, bukan berarti pemerintah tidak
mendorong industri mebel untuk menggunakan kayu yang legal. Sebagai
gantinya, akan dibuat daftar perusahaan pemasok kayu yang sudah
tersertifikasi, lalu industri mebel wajib membeli kayu dari pemasok yang
ada di daftar tersebut. "Nanti kita cari mekanismenya seperti apa.
Nanti ada daftarnya pemasok yang sudah tersertifikasi," kata Partogi.
Untuk ekspor mebel, akan dibuat dokumen pendamping ekspor yang
menerangkan dari mana mebel tersebut mendapat pasokan kayu. "Nanti kita
menyediakan dokumen pendamping ekspor," dia menambahkan. Apabila kayu
diperoleh dari perusahaan pemasok kayu yang tidak mengantongi SVLK,
mebel tersebut tidak dapat diekspor. "Kalau nggak ngambil dari situ
(pemasok terdaftar), nggak bisa membuktikan, berarti nggak legal
kayunya," pungkasnya.
Editor: Nur Hidayat
Sember : http://www.gatra.com/ekonomi-1/90170-mendag-rachmat-akan-batalkan-mandatori-svlk-mebel.html
Post A Comment:
0 comments:
Kolom ini, diperuntukan saling koresponden dan berbagai informasi. Mohon memberikan :
IDENTITAS YANG BISA DIHUBUNGI [ NO HP / EMAIL ]
( Jika tidak ada identitas, komentar akan dihapus )